Rabu, 09 Desember 2009

wahai air yang mengalir

Wahai air yang mengalir

Manusia, sebuah kata yang merupakan obyek dari banyak ilmu pengetahuan; Psikologi, filsafat, agama. Ilmu-ilmu pengetahuan lainnya pun ada dan terus dikembangkan demi dan hanya untuk satu kata tersebut, manusia.

Gaya kehidupan, budaya, system kehidupan, begitu ramai dan bising memenuhi bumi ini.

Gaya kehidupan bermacam-macam bentuknya. Ada yang sederhana, mewah/glamour, fashionable, feminimn, sensual, casual, sporty, high-class, metal, fungky, childish, rocker, dan masih bayak lagi, yang menjadi patokan penampilan maupun kepribadian makhluk bernama manusia. Trend demi trend terbaru di segala aspek kehidupannya diikuti. Bukan hanya sesuatu hal yang sekunder, bahkan ini sudah menjadi kebutuhan primer setiap menusia. Seolah-olah jika dia tidak mengikuti perkembangan zaman itu, dia bisa menjadi terbelakang dari makhluk bernama manusia lainnya. Gaya hidup yang serba menyilaukan itu sudah menjadi sembahan umat manusia. Yang mana makhluk bernama manusia itu rela melakukan apa saja, agar bisa dinilai cantik, tampan, keren, modis, gaul, dll. Pilihan dan keputusan memang ada ditangan manusia. Mau seperti apa dan menjadi apa dirinya.

Tapi, apa benar, manusia diciptakan ke dunia ini hanya untuk berbuat sesuka hatinya saja? Kalau begitu apa makna kehiupan sebenarya? Apa maksud dan tujuan diciptakannya manusia sebenarnya? Apakah tuhan hanya iseng-iseng saja ?terserah manusia mau ngapain aja? Kurang kerjaan banget ya? Begitu boros mnciptakan seluruh alam semesta ini dan segala hal yang luar biasa demi mendukung kehidupan manusia ini tidak berarti apa-apa?apakah seperti itu?

Budaya, adalah suatu cipta, karya, dan karsa manusia. Yang menjadi ciri dari sebuah kemajuan peradaban manusia. Ada manusia, ada kehidupan, ada kehidupan manusia, pasti ada kebudayaan. Manusia sudah ditakdikan hidup bersama manuisa lain dan menghasilkan kebudayaan. Makan kebuayaan, tidur kebudayaan, menuntut ilmu kebudayaan, menikah kebudayaan, mencari pekerjaan kebudayaan, dikebumikan kebudayaan, sampai buang air besar juga kebudayaan. Memang, sudah lumrah adanya, segala hal berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan setempat, katanya.

Tapi, apakah dengan begitu, Tuhan kita juga berbeda-beda? Yang berkulit hitam Tuhannya seperti ini, maka dari itu kebudayaannya juga seperti ini. Yang berkulit putih Tuhannya berbeda lagi, seperti itu, maka kebudayaannya pun seperti itu juga. Hahhh?? What?? Jadi, Tuhan itu banyak? Kalau benar banyak, pasti mereka sering berantem, memperebutkan gelar paling berkuasa, paling besar, paling pengampun&penyayang. Dan juga, mereka pasti sering minta petunjuk oleh Tuhan yang paling atas kedudukannya untuk menyelesaikan semuanya. Lalu ada yang lebih atas lagi dan lebih atas lagi. Memalukan menurutku! Betapa memalukan! Betapa tidak, yang namanya Tuhan, berarti dia harus sempurna. Tidak cacat sedikitpun. Tidak memiliki kekurangan. Yang ada hanya kesemprnaan dan kesempurnaan. Maka dari itu mustahil dia sama dengan makhluknya. Beranggapan Tuhan sama dengan makhluknya pun itu adalah sebuah penghinaan terbesar bagi saya. Apalagi bagi Tuhan! Tuhan juga harus maha esa, maha mendengar, maha melihat, maha mengetahui segala sesuatu yang tampak maupun tersembunyi, maha pengasih dan maha penyayang, maha maha maha. Bukannya paling berkuasa, paling besar, paling paling paling. Ahhh… paling-paling ….

System kehidupan. Liberalisme, sosialisme, kapitalisme, sekulerisme, me me me. Lagi-lagi buatan manusia. Yang ada hanya kekacauan, kerusakan, kebinasaan. Yah, kebinasaan. Pasti ada aja yang maunya paling jago, dan gak segan-segan membinasakan yang paling kecil, lemah, dan tidak berdaya. Apa coba yang didapet, kecuali kehancuran? Ya iyalah pasti hancur! Lah wong manusia aja Cuma makhluk yang hidup sementara, gak abadi, yang pasti mati, badannya udah pasti hancur dengan tanah, dan segala kesuksesan dan kenikmatan hidupnya yang dia usahakan dalam hidupnya setengah mati akan ditinggalkan dan gak bisa menolong apa-apa, begitu tidak berdayanya manusia, dan begitu serba terbatasnya manusia, apa mampu menyelesaikan segala seluk-bluk kehidupan yang serba kompleks ini?Alam semeta yang begitu misterius ini? Semua juga tahu, Manusia Cuma makhluk sementara. Apa pantas menciptakan aturan hidup sendiri dan sekehendak hatinya?? Kan ada Tuhan, zat yang menciptakan alam semesta ini. Jika manusia yang hanya makhluk kecil dan hina apa bisa dibandingkan dengannya? Dan aturan buatan manusia apa bisa dibandingkan dengan aturan Tuhan, pencipta alam semesta??

Dari ketiga hal itu aja, kita bisa mempelajari, betapa manusia laksana air, yang detik demi detik hanya bisa mengalir mengikuti kehendak sang pencipta, sambil menunggu kapan kita mati, dan kembali kepada pencipta kita.

Sabtu, 17Oktober 2009 nurulirfani@yahoo.com